Selasa, 11 Mei 2010

Dijodohkan, Kenapa Tidak?

Kalau Anda menjadi sasaran perjodohan orang tua atau teman, apa reaksi Anda? Jawabannya sangat mungkin beragam. Bisa jadi, mulai dari malu, protes hingga gengsi.

“Hari gini, menikah masih dijodohkan?” mungkin itu yang Anda pikirkan.
Tapi, menurut psikolog, Maria Susanti, tawaran dijodohkan itu sebaiknya jangan langsung ditolak. Siapa tahu dia adalah Mr. Right untuk Anda.
“Ajang perjodohan, harusnya tak dianggap sebagai cara kuno yang dapat mempermalukan Anda, sehingga hukumnya ‘wajib’ ditolak mentah-mentah. Lebih baik Anda menganggapnya sebagai itikad baik orang tua atau teman Anda,” kata Maria menambahkan.
Selain itu, tak ada salahnya menerima usulan perjodohan itu sebagai kesempatan untuk menambah pertemanan. Toh, andaikata Anda tak menemukan kecocokan, Anda bisa menyampaikan keberatan itu secara baik-baik.
Selain itu cinta itu berjalan seiring dengan seringnya bersama. Pepatah itu, mungkin, ada benarnya. Sebab, kebersamaan itu memang bisa menumbuhkan bibit cinta. Namun, kalau mengenai perjodohan, ya, Anda jangan cuma pasrah. Penjajakan terhadap sifat dan perilaku calon suami tetap menjadi proses penting yang perlu dilewati.
Di masa penjajakan ini pun jangan dilupakan untuk menyampaikan harapan masing-masing. Mentang-mentang pria yang dijodohkan dengan Anda itu nyaris sesuai dengan harapan, Anda jadi takut melepaskannya. Ini bahaya.
Yang tak kalah penting diingat, pernikahan dengan perjodohan atau tanpa perjodohan, selalu berisiko menghadapi kerikil-kerikil perkawinan, dari yang halus hingga yang tajam. Nah, kalau ini terjadi, Anda jangan menganggap masalah yang timbul dalam perkawinan itu gara-gara Anda dijodohkan.
Perjodohan itu hanya sebuah cara untuk mendapatkan pasangan hidup. Tapi, memburuk atau bubarnya suatu perkawinan tergantung komitmen Anda dan pasangan Anda dalam menjalaninya.
vivanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar