Merapi kembali meluncurkan awan panas pada Minggu pukul 14.24 WIB hingga 15.55 WIB. Ketinggian asap bercampur debu dan pasir mencapai 4 kilometer. Sedangkan luncuran lava panas atau wedhus gembel sudah sampai Kali Gendol artinya lebih dari 5 kilomter dari puncak. Diameter kawah Merapi pun mencapai 250 meter.
“Sumbatan yang ada di puncak gunung mengeras, akibatnya terjadi akumulasi tekanan eksplosif,” kata Subandrio, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegununapian (BPPTK) Yogyakarta, Minggu (31/10). Berdasarkan pemantauan tim BPPTK, hasil erupsi Merapi ditemukan material lava dengan komposisi magma sekitar 57 persen silica. Berarti magma lebih asam yang mengakibatkan tekanan magma dalam gunung menjadi lebih tinggi. Pemantauan kini mengandalkan pencatatan aktivitas seismik karena prisma di lereng Merapi belum bisa diganti akibat adanya lontaran ke segala arah.
Kubah lava bentukan erupsi 1911 belum tergoyahkan. Tekanan akumulasi energi masih cukup besar dari indikator pemantauan yang ada. BPPTK tengah memetakan bahan jatuhan dari proses erupsi.
Menurut Noer Cholik, petugas lapangan yang mengecek kondisi aktual di sekitar lereng Merapi, tingkat kerusakan akibat terjangan awan panas memang parah. Petugas lapangan telah disebar mengukur suhu dan abu vulkanik dari lokasi untuk diteliti di laboratorium sesaat setelah ada letusan Merapi. Sirine yang terpasang di Kaliadem rusak. “Termasuk alat-alat untuk memantau lahar dingin yang pernah terpasang ada yang hilang dicuri sebelum erupsi,” kata petugas itu.
Di ruang monitoring BPPTK terpantau mulai pukul 14. 28 WIB terjadi awan panas ke arah Babadan Magelang atau ke barat daya sambung menyambung hingga pukul 15.55 WIB. Sekitar 15.30 WIB dilaporkan ada letusan besar. Asap sulfatara mencapai 4 kilometer. Dari pos pemantauan Plawangan terpantau hujan pasir menerpa Sleman, yaitu di wilayah Hargonbinangun, Pakem dan Kaliurang.
Terlihat letusan sangat besar bak monster raksasa